Masih ingatkah gemba bumi Palu yang terjadi pada tanggal 28 September 2018 pukul 17.10 WITA. Magnitudo gempa tercatat 7.4.

Gempa tersebut memicu terjadinya gelombang tsunami kecil dan likuifaksi di kota Palu. Peristiwa tersebut menelan korban lebih dari 1.300 orang.

Apa itu likuifaksi? Likuifaksi (tanah bergerak) adalah penurunan tanah akibat memadatnya volume lapisan tanah. Hal ini terjadi karena wilayah yang mengalami gempa bumi berada pada zona-zona tanah yang mengandung air misalnya tanah pasir.

Saat terjadi gempa bumi ada pusat gempa dalam bumi (hiposentrum) maupun pusat gempa dipermukaan bumi (episentrum). Saat terjadi gempa ada getaran kuat sehingga memicu adanya patahan atau longsoran dalam tanah. Parahnya saat lokasi gempa dengan pantai, longsoran tanah dalam tanah bisa memicu likuifaksi.

Likuifaksi ada dua jenis, pertama adanya semburan air dalam tanah kemudian keluar memancar seperti air mancur. Kedua lapisan pasir menjadi padat karena gempa sangat kuat, airnya terperas keluar sehingga membawa lapisan tanah, seolah-olah hanyut.

Saat terjadi likuifaksi di Palu adalah tipe kedua. Kota Palu seperti kita ketahui berada dekat pantai dan merupakan daerah gempa. Kota Palu adalah struktur tanah bentukan muka bumi berupa delta (endapan lumpur sungai) wilayah tanahnya pasir dan mengandung air. Saat terjadi gempa massa tanah kota Palu dan Donggala ikut hanyut bersama air.

Bahaya likufaksi (tanah bergerak) bangunan akan amblas masuk ke dalam bumi. Karena air terperas keluar dan tanahnya memadat jadi permukaan tanah turun. Pondasi bangunan yang ada ditanah ikut turun, sehingga bangunan menjadi amblas. Kekuatan tanah bergerak sangat kuat bisa menghanyutkan semua material dipernukaan tanah. Semakin luas wilayah yang mengalami likuifaksinya maka semakin dahsyat dampaknya.

Setiap orang harus sadar bencana di negeri ini. Indonesia negara bencana gempa bumi. Selain fenomena gelombang tsunami ternyata dapat pula memunculkan fenomena baru yaitu likuifaksi. Waspadalah.